اَلْفَجْرُ
SURAT AL-FAJR (FAJAR)
Surat ke 89
diturunkan di Makkah terdiri dari 30
ayat, 139 kata dan 597 huruf.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
وَالْفَجْرِ -١-
1. Demi fajar,
Wal fajr
(demi fajar), yakni Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan fajar, yaitu waktu subuh pada
suatu hari. Menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah seluruh waktu siang.
Dan ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fajar adalah permulaan
tahun.
وَلَيَالٍ عَشْرٍ -٢-
2. Dan (demi) malam
yang sepuluh,
Wa
layālin ‘asyr (dan [demi] malam yang sepuluh), yakni malam sepuluh terakhir
dari bulan Ramadlan. Dan ada pula yang mengatakan sepuluh yang pertama dan
bulan Muharam yang termasuk di dalamnya hari Asyura. Ada pula yang mengatakan
sepuluh malam pertama pada bulan Dzulhijjah.
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ -٣-
3. Dan (demi) yang
genap serta yang ganjil,
Wasy
syaf‘i (dan [demi] yang genap), yakni hari ‘Arafah dan hari Nahar.
Wal watr
(serta yang ganjil), yakni tiga hari sesudah hari Nahar. Menurut satu
pendapat, Asy-Syaf‘i (yang genap) adalah tiap-tiap sholat yang dilakukan dua
atau empat rakaat, seperti shalat Subuh, Zuhur, Asar, dan ‘Isya. Sedangkan wal
watr (serta yang ganjil) adalah tiap-tiap sholat yang dilakukan tiga rakaat,
seperti sholat Magrib dan sholat Witir. Menurut pendapat yang lain, Asy-Syaf‘
(yang genap) adalah langit dan bumi, dunia dan akhirat, surga dan neraka, Arasy
dan Kursi, serta matahari dan bulan. Semua itu termasuk yang genap. Sementara
wal watr (serta yang ganjil) adalah sesuatu yang tunggal. Dan ada pula yang
berpendapat, Asy-Syaf‘i (yang genap) adalah laki-laki dan perempuan, orang
kafir dan orang Mukmin, orang Mukhlis dan orang munafik, serta orang saleh dan
orang durhaka. Sementara wal watr (serta yang ganjil) adalah Alloh Ta‘ala.
وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ -٤-
4. Dan (demi) malam
apabila berlalu.
Wal
laili idzā yasr (dan [demi] malam apabila berlalu), yakni apabila beranjak.
Yang dimaksud adalah malam Muzdalifah. Menurut yang lain, dan (demi) malam
apabila orang-orang datang dan pergi. Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan semua itu.
Inna robbaka (sesungguhnya Tuhan-mu), hai Muhammad, la bil mir shōd
(benar-benar mengawasi). Adalah Alloh Ta‘ala yang Menjelaskan jalan yang mesti
ditempuh para hamba, dan Dia pula yang Memberikan balasan kepada para hamba.
هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِّذِي حِجْرٍ -٥-
5. Bukankah pada
yang demikian itu terdapat sumpah bagi setiap yang berakal.
Hal fī
dzālika (bukankah pada yang demikian itu), yakni pada hal-hal yang telah
Kuterangkan itu.
Qosamul li dzī hijr (terdapat sumpah bagi setiap yang berakal(
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ -٦-
6. Tidakkah kamu
merenungkan, bagaimana Tuhan-mu telah Bertindak terhadap kaum ‘Ad?
A lam
tarō (tidakkah kamu merenungkan), yakni
tidakkah kamu diberitahu, hai Muhammad, dalam Al-Qur﮲an. Kaifa fa‘ala robbuka (bagaimana Tuhan-mu telah
Bertindak), yakni Tuhan-mu telah Berbuat.
Bi ‘ād (terhadap kaum ‘Ad), yakni kaum Nabi Hud.
Bagaimana Alloh Ta‘ala Membinasakan mereka ketika mereka mendustakan
(Risalah-Nya).
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ -٧-
7. (Yaitu) penduduk
Irom (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai tiang-tiang,
’Iroma (yaitu kaum Iram). Irom adalah Sam bin Nuh. Putra
Sam adalah Syim, putra Syim adalah Ham, dan putra Ham adalah ‘Ad. Dzātil ‘imād (yang memiliki tiang-tiang), yakni yang memiliki
tiang-tiang terpancang (bangunan-bangunan yang tinggi). Menurut satu pendapat,
yang memiliki kekuatan.
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ -٨-
8. Yang belum
pernah diciptakan bandingannya di negeri-negeri lain,
Allatī
lam yukhlaq mitsluhā fil bilād (yang belum pernah diciptakan bandingannya di
negeri-negeri lain), yakni dalam hal kekuatan dan ketinggiannya. Ada yang
mengatakan, Irom adalah nama sebuah kota yang dibangun oleh Syadid dan Syaddad;
dzātil ‘imād (yang memiliki tiang-tiang), yakni tiang-tiang yang terbuat dari
emas dan perak; allatī lam yukhlaq mitsluhā fil bilād (yang belum pernah
diciptakan bandingannya di negeri-negeri lain), yakni dalam hal keindahan dan
keelokannya.
وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ -٩-
9. Dan kaum Tsamud
yang membelah batu-batu besar di lembah,
Wa
tsamūda (dan kaum Tsamud), yakni bagaimana Alloh Ta‘ala Membinasakan kaum
Tsamud (kaum Nabi Shalih). Alladzīna jābus shokhro bil wād (yang membelah batu-batu
besar di lembah), yakni yang mengebor (melubangi) batu-batu besar yang ada di
lembah-lembah kota.
Lembah ini terletak di bagian utara Jazirah Arab antara
kota Medinah dan Syam (Suriah/Siria). Mereka memotong-motong batu gunung untuk
membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka dan ada pula yang melubangi
gunung-gunung untuk tempat tinggal mereka dan tempat berlindung.
وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ -١٠-
10. Dan (terhadap)
Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar),
Wa
fir‘auna (serta Fir‘aun), yakni bagaimana Alloh Ta‘ala Membinasakan Fir‘aun. Dzil autād (yang mempunyai pasak-pasak). Penyebutan dzil autād
(yang mempunyai pasak-pasak), disebabkan keberadaan empat pasak yang dibuat
oleh Fir‘aun. Apabila Fir‘aun murka kepada seseorang, maka ia suka
membentangkan orang tersebut di antara pasak-pasak itu serta menyiksanya sampai
mati. Hal ini pun dilakukan pula oleh Fir‘aun terhadap istrinya, Asiyah binti
Muzahim.
الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ -١١-
11. Yang telah
berlaku sewenang-wenang di negeri-negeri itu.
Alladzīna
thoghou fil bilād (yang telah berlaku sewenang-wenang di negeri-negeri itu),
yakni mereka telah melakukan kemaksiatan dan kekafiran di bumi Mesir. Ada yang
berpendapat, kedurhakaan mereka telah menyebabkan mereka mendapat Adzab Alloh
Ta‘ala.
فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ -١٢-
12. Maka di sana
mereka banyak membuat kerusakan.
Fa
aktsarū fīhā (maka di sana mereka banyak membuat), yakni di bumi Mesir.
Al-fasād (kerusakan), yaitu pembunuhan dan penyembahan terhadap berhala-berhala.
فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ -١٣-
13. Karena itu, Tuhan-mu
Menimpakan cambuk azab kepada mereka.
Fa
shobba (karena itu, Tuhan-mu Menimpakan), yakni Menurunkan.
‘Alaihim
robbuka sautho ‘adzāb (cambuk adzab kepada mereka), yakni adzab yang sangat
berat.
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ -١٤-
Sesungguhnya Tuhan-mu benar-benar mengawasi.
Inna
robbaka (sesungguhnya Tuhan-mu), hai Muhammad! La bil mirshōd
(benar-benar mengawasi), yakni mengawasi tempat lalu-lalang mereka dan semua
makhluk. Menurut satu pendapat, sesungguhnya Malaikat-malaikat tuhan-mu akan
menahan para hamba di atas Shirōth pada tujuh
tempat. Malaikat-malaikat itu akan menanyai para hamba dengan tujuh pertanyaan.
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ
رَبِّي أَكْرَمَنِ -١٥-
15. Maka adapun
manusia, apabila diuji oleh Tuhan-nya, lalu Dia Memuliakannya dan Memberinya
kesenangan, maka ia akan berkata, Tuhan-ku telah Memuliakan daku.
Fa ammal
iηsānu (adapun manusia), yakni manusia yang kafir, yaitu Ubay bin Kholaf. Ada
yang mengatakan, Umayyah bin Kholaf.
Idzā mabtalāhu (apabila diuji), yakni apabila diberi cobaan. Robbuhū (oleh Tuhan-nya) dengan kekayaan, kecukupan, dan
penghidupan.
Fa akromahū (lalu Dia Memuliakannya), yakni Dia Memperbanyak hartanya. Wa na‘‘amahū (dan Memberinya kesenangan), yakni Melapangkan
penghidupannya.
Fa yaqūlu robbī akraman (maka ia akan berkata, Tuhan-ku telah Memuliakan daku)
dengan harta dan penghidupan.
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
-١٦-
16. Namun apabila
Tuhan Mengujinya lalu Membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah
Menghinaku
Wa ammā
idzā mabtalāhu (namun, apabila ia Diuji oleh Tuhan-nya), yakni apabila ia
Diberi cobaan oleh Tuhan-nya dengan kefakiran. Fa qodora ‘alaihi (lalu Dia
Menyempitkan untuknya), yakni Menyedikitkan untuknya. Rizqohū (rezekinya),
yakni penghidupannya. Fa yaqūlu robbī ahānan (maka ia akan berkata, Tuhan-ku
telah Menghinakan daku) dengan kefakiran dan penghidupan yang sempit. Alloh
Menyalahkan orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan,
dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16.
Tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Alloh bagi
hamba-hamba-Nya.
كَلَّا بَل لَّا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ -١٧-
17. Sekali-kali
tidak! Bahkan sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim.
Kallā
(sekali-kali tidak). Ungkapan ini merupakan penolakan terhadap pandangan yang
diungkapkan pada ayat sebelumnya. Kemuliaan yang Kuberikan bukanlah berupa
harta dan kekayaan, serta kehinaan yang Kutimpakan bukan pula berupa kefakiran
dan penyedikitan harta. Tetapi, kemuliaan yang Kuberikan akan berupa makrifah
dan taufik, serta kehinaan yang Kutimpakan berupa pengingkaran dan penelantaran. Bal lā tukrimūnal yatīm (bahkan sebenarnya kalian
tidak memuliakan anak yatim), yakni kalian tidak mengetahui hak anak yatim. Di
pangkuannya terdapat seorang anak yatim, tetapi ia tidak mengetahui hak anak
yatim itu dan tidak pula berlaku baik terhadapnya.
وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ -١٨-
17. Dan kalian
tidak saling menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.
Wa lā
tahādh-dhūna (dan kalian tidak saling menganjurkan), yakni dan kalian tidak
mendorong diri kalian dan orang lain .’Alā tho‘āmil
miskīn (untuk memberi makan orang miskin), yakni untuk bersedekah kepada
orang-orang miskin.
وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلاً لَّمّاً -١٩-
19. Dan kalian
benar-benar memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan
yang haram),
Wa
ta’kulūnat turōtsā
aklal lammā (dan kalian benar-benar memakan harta warisan dengan cara
mencampuradukkan), yakni dengan cara yang keterlaluan.
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبّاً جَمّاً -٢٠-
20. Dan kalian
mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.
Wa
tuhibbūnal māla hubbaη jammā (dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang
berlebihan), yakni dengan kecintaan yang amat sangat.
كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكّاً دَكّاً -٢١-
21. Janganlah
begitu! Bila bumi benar-benar diguncangkan secara berturut-turut.
Kallā
(janganlah begitu). Ungkapan ini merupakan penyangkalan terhadapnya. Idzā dukkatil ardlu dakkaη dakkā (bila bumi
benar-benar diguncangkan secara berturut-turut), yakni bila bumi diguncangkan,
guncangan demi guncangan.
وَجَاء رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفّاً صَفّاً -٢٢-
22. Dan datanglah
Tuhan-mu, dan malaikat berbaris-baris,
Wa jā-a
robbuka (dan Datanglah Tuhan-mu), yakni dan Tuhan-mu akan Datang tanpa perlu
mempertanyakan bagaimana caranya Dia Datang. Wal malaku (serta malaikat pun),
yakni malaikat pun akan datang pula. Shoffaη shoffā ([datang] bersaf-saf),
seperti bersafnya para penghuni dunia ketika sholat.
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ وَأَنَّى لَهُ
الذِّكْرَى -٢٣-
23. Dan pada hari
itu neraka Jahannam didatangkan. Pada hari itulah manusia menjadi sadar,
padahal peringatan tak lagi berguna untuknya.
Wa jī-a
yauma-idzim bi jahannama (dan pada hari itu neraka Jahannam didatangkan)
bersama tujuh puluh ribu tali kekang. Pada tiap-tiap tali kekang terdapat tujuh
puluh ribu malaikat yang akan mengarahkan dan membukakannya di Padang Mahsyar. Yauma-idzin (pada hari itulah), yakni pada hari kiamat itulah. Yatadzakkarul iηsānu (manusia menjadi sadar), yakni Ubay bin
Kholaf dan Umayyah bin Kholaf mau mengambil pelajaran.
Wa annā lahudz dzikrō (padahal peringatan itu tak berguna
lagi untuknya), yakni bagaimana mungkin ia akan mendapat pelajaran, padahal
pelajaran itu telah hilang darinya.
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي -٢٤-
24. Berkatalah ia,
Alangkah ingin kiranya dahulu aku berbuat (amal-amal saleh) untuk kehidupanku
ini.
Yaqūlu
yā laitanī (berkatalah ia, Alangkah ingin kiranya), yakni ia mengangankan. Qoddamtu li hayātī (dahulu aku berbuat [amal-amal saleh] untuk
kehidupanku ini), yakni untuk kehidupanku yang kekal ini, saat aku berada dalam
kehidupan yang fana. Menurut yang lain, alangkah ingin kiranya dahulu aku
beramal dalam kehidupanku yang fana untuk kehidupanku yang kekal.
فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ -٢٥-
25.
Maka pada hari itu tak ada seorang pun yang dapat mengadzab seberat Adzab-Nya.
Fa yauma-idzin (maka pada hari itu),
yakni pada hari kiamat. Lā yu‘adz-dzibu ‘adzābahū ahad (tak ada seorang pun
yang dapat mengadzab seberat Adzab-Nya), yakni sepadan dengan Adzab-Nya.
وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ -٢٦-
26. Dan tak ada
seorang pun yang dapat mengikat sekuat Ikatan-Nya.
Wa lā
yūtsiqu wa tsāqahū ahad (dan tak ada seorang pun yang dapat mengikat sekuat
Ikatan-Nya), yakni sepadan dengan Ikatan-Nya. Terdapat penafsiran lain terhadap
pada ayat ini, yaitu: lā yu‘adz-dzibu ‘adzābahū ahad (tak ada seorang pun yang
dapat mengadzab seberat azab-Nya), yakni seperti Adzab Alloh Ta‘ala; wa lā
yūtsiqu wa tsāqahū ahad (dan tak ada seorang pun yang dapat mengikat sekuat
Ikatan-Nya), yakni seperti Ikatan Alloh Ta‘ala. Maksudnya, tak seorang pun yang
memiliki kesanggupan untuk mengadzab seperti adzab yang Ditimpakan Alloh Ta‘ala
kepada Makhluk-Nya.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ -٢٧-
27. Wahai jiwa yang
tenteram!
Yā
ayyatuhan nafsul muthmainnah (wahai jiwa yang tenteram), yakni jiwa yang aman
dari Adzab Alloh Ta‘ala, yang membenarkan tauhidullōh, yang
mensyukuri Nikmat-nikmat Alloh Ta‘ala, yang sabar dalam menghadapi Cobaan Alloh
Ta‘ala, yang rida terhadap Ketentuan Alloh Ta‘ala, dan yang puas terhadap
Pemberian Alloh Ta‘ala.
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً -٢٨-
28. Kembalilah
kepada Tuhan-mu dalam keadaan rida dan diridai.
Irji‘ī
ilā rabbiki (kembalilah kepada Tuhan-mu), yakni kepada segala sesuatu yang
Dipersiapkan Alloh Ta‘ala di dalam surga untukmu.
Rōdliyatan (dalam keadaan rida) dengan
Pahala Alloh Ta‘ala.
Mardliyyah (dan diridai) berkat tauhid.
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي -٢٩-
29. Maka masuklah
ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
Fad
-khulī fī ‘ibādī (kemudian masuklah ke dalam kelompok Hamba-hamba-Ku), yakni ke
dalam rombongan Wali-wali-Ku.
وَادْخُلِي جَنَّتِي -٣٠-
30. Dan masuklah ke
dalam Surga-Ku.
Wadkhulī jannatī (dan
masuklah ke dalam Surga-Ku) yang telah Kujanjikan kepadamu.
No comments:
Post a Comment