Sunday, 18 October 2015

Surat Al-Fajr

اَلْفَجْرُ
SURAT AL-FAJR (FAJAR)
Surat ke 89 diturunkan di Makkah terdiri dari 30 ayat, 139 kata dan 597 huruf.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
وَالْفَجْرِ -١-
1. Demi fajar,
Wal fajr (demi fajar), yakni Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan fajar, yaitu waktu subuh pada suatu hari. Menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah seluruh waktu siang. Dan ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fajar adalah permulaan tahun.
وَلَيَالٍ عَشْرٍ -٢-
2. Dan (demi) malam yang sepuluh,
Wa layālin ‘asyr (dan [demi] malam yang sepuluh), yakni malam sepuluh terakhir dari bulan Ramadlan. Dan ada pula yang mengatakan sepuluh yang pertama dan bulan Muharam yang termasuk di dalamnya hari Asyura. Ada pula yang mengatakan sepuluh malam pertama pada bulan Dzulhijjah.
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ -٣-
3. Dan (demi) yang genap serta yang ganjil,
Wasy syaf‘i (dan [demi] yang genap), yakni hari ‘Arafah dan hari Nahar.
Wal watr (serta yang ganjil), yakni tiga hari sesudah hari Nahar. Menurut satu pendapat, Asy-Syaf‘i (yang genap) adalah tiap-tiap sholat yang dilakukan dua atau empat rakaat, seperti shalat Subuh, Zuhur, Asar, dan ‘Isya. Sedangkan wal watr (serta yang ganjil) adalah tiap-tiap sholat yang dilakukan tiga rakaat, seperti sholat Magrib dan sholat Witir. Menurut pendapat yang lain, Asy-Syaf‘ (yang genap) adalah langit dan bumi, dunia dan akhirat, surga dan neraka, Arasy dan Kursi, serta matahari dan bulan. Semua itu termasuk yang genap. Sementara wal watr (serta yang ganjil) adalah sesuatu yang tunggal. Dan ada pula yang berpendapat, Asy-Syaf‘i (yang genap) adalah laki-laki dan perempuan, orang kafir dan orang Mukmin, orang Mukhlis dan orang munafik, serta orang saleh dan orang durhaka. Sementara wal watr (serta yang ganjil) adalah Alloh Ta‘ala.
وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ -٤-
4. Dan (demi) malam apabila berlalu.
Wal laili idzā yasr (dan [demi] malam apabila berlalu), yakni apabila beranjak. Yang dimaksud adalah malam Muzdalifah. Menurut yang lain, dan (demi) malam apabila orang-orang datang dan pergi. Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan semua itu. Inna robbaka (sesungguhnya Tuhan-mu), hai Muhammad, la bil mir shōd (benar-benar mengawasi). Adalah Alloh Ta‘ala yang Menjelaskan jalan yang mesti ditempuh para hamba, dan Dia pula yang Memberikan balasan kepada para hamba.
هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِّذِي حِجْرٍ -٥-
5. Bukankah pada yang demikian itu terdapat sumpah bagi setiap yang berakal.
Hal fī dzālika (bukankah pada yang demikian itu), yakni pada hal-hal yang telah Kuterangkan itu. Qosamul li dzī hijr (terdapat sumpah bagi setiap yang berakal(
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ -٦-
6. Tidakkah kamu merenungkan, bagaimana Tuhan-mu telah Bertindak terhadap kaum ‘Ad?
A lam tarō (tidakkah kamu merenungkan), yakni tidakkah kamu diberitahu, hai Muhammad, dalam Al-Quran. Kaifa fa‘ala robbuka (bagaimana Tuhan-mu telah Bertindak), yakni Tuhan-mu telah Berbuat. Bi ‘ād (terhadap kaum ‘Ad), yakni kaum Nabi Hud. Bagaimana Alloh Ta‘ala Membinasakan mereka ketika mereka mendustakan (Risalah-Nya).
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ -٧-
7. (Yaitu) penduduk Irom (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai tiang-tiang,
Iroma (yaitu kaum Iram). Irom adalah Sam bin Nuh. Putra Sam adalah Syim, putra Syim adalah Ham, dan putra Ham adalah ‘Ad. Dzātil ‘imād (yang memiliki tiang-tiang), yakni yang memiliki tiang-tiang terpancang (bangunan-bangunan yang tinggi). Menurut satu pendapat, yang memiliki kekuatan.
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ -٨-
8. Yang belum pernah diciptakan bandingannya di negeri-negeri lain,
Allatī lam yukhlaq mitsluhā fil bilād (yang belum pernah diciptakan bandingannya di negeri-negeri lain), yakni dalam hal kekuatan dan ketinggiannya. Ada yang mengatakan, Irom adalah nama sebuah kota yang dibangun oleh Syadid dan Syaddad; dzātil ‘imād (yang memiliki tiang-tiang), yakni tiang-tiang yang terbuat dari emas dan perak; allatī lam yukhlaq mitsluhā fil bilād (yang belum pernah diciptakan bandingannya di negeri-negeri lain), yakni dalam hal keindahan dan keelokannya.
وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ -٩-
9. Dan kaum Tsamud yang membelah batu-batu besar di lembah,
Wa tsamūda (dan kaum Tsamud), yakni bagaimana Alloh Ta‘ala Membinasakan kaum Tsamud (kaum Nabi Shalih). Alladzīna jābus shokhro bil wād (yang membelah batu-batu besar di lembah), yakni yang mengebor (melubangi) batu-batu besar yang ada di lembah-lembah kota. Lembah ini terletak di bagian utara Jazirah Arab antara kota Medinah dan Syam (Suriah/Siria). Mereka memotong-motong batu gunung untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka dan ada pula yang melubangi gunung-gunung untuk tempat tinggal mereka dan tempat berlindung.
وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ -١٠-
10. Dan (terhadap) Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar),
Wa fir‘auna (serta Fir‘aun), yakni bagaimana Alloh Ta‘ala Membinasakan Fir‘aun. Dzil autād (yang mempunyai pasak-pasak). Penyebutan dzil autād (yang mempunyai pasak-pasak), disebabkan keberadaan empat pasak yang dibuat oleh Fir‘aun. Apabila Fir‘aun murka kepada seseorang, maka ia suka membentangkan orang tersebut di antara pasak-pasak itu serta menyiksanya sampai mati. Hal ini pun dilakukan pula oleh Fir‘aun terhadap istrinya, Asiyah binti Muzahim.
الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ -١١-
11. Yang telah berlaku sewenang-wenang di negeri-negeri itu.
Alladzīna thoghou fil bilād (yang telah berlaku sewenang-wenang di negeri-negeri itu), yakni mereka telah melakukan kemaksiatan dan kekafiran di bumi Mesir. Ada yang berpendapat, kedurhakaan mereka telah menyebabkan mereka mendapat Adzab Alloh Ta‘ala.
فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ -١٢-
12. Maka di sana mereka banyak membuat kerusakan.
Fa aktsarū fīhā (maka di sana mereka banyak membuat), yakni di bumi Mesir. Al-fasād (kerusakan), yaitu pembunuhan dan penyembahan terhadap berhala-berhala.
فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ -١٣-
13. Karena itu, Tuhan-mu Menimpakan cambuk azab kepada mereka.
Fa shobba (karena itu, Tuhan-mu Menimpakan), yakni Menurunkan.
‘Alaihim robbuka sautho ‘adzāb (cambuk adzab kepada mereka), yakni adzab yang sangat berat.
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ -١٤-
Sesungguhnya Tuhan-mu benar-benar mengawasi.
Inna robbaka (sesungguhnya Tuhan-mu), hai Muhammad! La bil mirshōd (benar-benar mengawasi), yakni mengawasi tempat lalu-lalang mereka dan semua makhluk. Menurut satu pendapat, sesungguhnya Malaikat-malaikat tuhan-mu akan menahan para hamba di atas Shirōth pada tujuh tempat. Malaikat-malaikat itu akan menanyai para hamba dengan tujuh pertanyaan.
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ -١٥-
15. Maka adapun manusia, apabila diuji oleh Tuhan-nya, lalu Dia Memuliakannya dan Memberinya kesenangan, maka ia akan berkata, Tuhan-ku telah Memuliakan daku.
Fa ammal iηsānu (adapun manusia), yakni manusia yang kafir, yaitu Ubay bin Kholaf. Ada yang mengatakan, Umayyah bin Kholaf. Idzā mabtalāhu (apabila diuji), yakni apabila diberi cobaan. Robbuhū (oleh Tuhan-nya) dengan kekayaan, kecukupan, dan penghidupan. Fa akromahū (lalu Dia Memuliakannya), yakni Dia Memperbanyak hartanya. Wa na‘‘amahū (dan Memberinya kesenangan), yakni Melapangkan penghidupannya. Fa yaqūlu robbī akraman (maka ia akan berkata, Tuhan-ku telah Memuliakan daku) dengan harta dan penghidupan.
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ -١٦-
16. Namun apabila Tuhan Mengujinya lalu Membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Menghinaku
Wa ammā idzā mabtalāhu (namun, apabila ia Diuji oleh Tuhan-nya), yakni apabila ia Diberi cobaan oleh Tuhan-nya dengan kefakiran. Fa qodora ‘alaihi (lalu Dia Menyempitkan untuknya), yakni Menyedikitkan untuknya. Rizqohū (rezekinya), yakni penghidupannya. Fa yaqūlu robbī ahānan (maka ia akan berkata, Tuhan-ku telah Menghinakan daku) dengan kefakiran dan penghidupan yang sempit. Alloh Menyalahkan orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan, dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16. Tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Alloh bagi hamba-hamba-Nya.
كَلَّا بَل لَّا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ -١٧-
17. Sekali-kali tidak! Bahkan sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim.
Kallā (sekali-kali tidak). Ungkapan ini merupakan penolakan terhadap pandangan yang diungkapkan pada ayat sebelumnya. Kemuliaan yang Kuberikan bukanlah berupa harta dan kekayaan, serta kehinaan yang Kutimpakan bukan pula berupa kefakiran dan penyedikitan harta. Tetapi, kemuliaan yang Kuberikan akan berupa makrifah dan taufik, serta kehinaan yang Kutimpakan berupa pengingkaran dan penelantaran. Bal lā tukrimūnal yatīm (bahkan sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim), yakni kalian tidak mengetahui hak anak yatim. Di pangkuannya terdapat seorang anak yatim, tetapi ia tidak mengetahui hak anak yatim itu dan tidak pula berlaku baik terhadapnya.
وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ -١٨-
17. Dan kalian tidak saling menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.
Wa lā tahādh-dhūna (dan kalian tidak saling menganjurkan), yakni dan kalian tidak mendorong diri kalian dan orang lain .’Alā tho‘āmil miskīn (untuk memberi makan orang miskin), yakni untuk bersedekah kepada orang-orang miskin.
وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلاً لَّمّاً -١٩-
19. Dan kalian benar-benar memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram),
Wa ta’kulūnat turōtsā aklal lammā (dan kalian benar-benar memakan harta warisan dengan cara mencampuradukkan), yakni dengan cara yang keterlaluan.
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبّاً جَمّاً -٢٠-
20. Dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.
Wa tuhibbūnal māla hubbaη jammā (dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan), yakni dengan kecintaan yang amat sangat.
كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكّاً دَكّاً -٢١-
21. Janganlah begitu! Bila bumi benar-benar diguncangkan secara berturut-turut.
Kallā (janganlah begitu). Ungkapan ini merupakan penyangkalan terhadapnya. Idzā dukkatil ardlu dakkaη dakkā (bila bumi benar-benar diguncangkan secara berturut-turut), yakni bila bumi diguncangkan, guncangan demi guncangan.
وَجَاء رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفّاً صَفّاً -٢٢-
22. Dan datanglah Tuhan-mu, dan malaikat berbaris-baris,
Wa jā-a robbuka (dan Datanglah Tuhan-mu), yakni dan Tuhan-mu akan Datang tanpa perlu mempertanyakan bagaimana caranya Dia Datang. Wal malaku (serta malaikat pun), yakni malaikat pun akan datang pula. Shoffaη shoffā ([datang] bersaf-saf), seperti bersafnya para penghuni dunia ketika sholat.
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى -٢٣-
23. Dan pada hari itu neraka Jahannam didatangkan. Pada hari itulah manusia menjadi sadar, padahal peringatan tak lagi berguna untuknya.
Wa jī-a yauma-idzim bi jahannama (dan pada hari itu neraka Jahannam didatangkan) bersama tujuh puluh ribu tali kekang. Pada tiap-tiap tali kekang terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang akan mengarahkan dan membukakannya di Padang Mahsyar. Yauma-idzin (pada hari itulah), yakni pada hari kiamat itulah. Yatadzakkarul iηsānu (manusia menjadi sadar), yakni Ubay bin Kholaf dan Umayyah bin Kholaf mau mengambil pelajaran. Wa annā lahudz dzikrō (padahal peringatan itu tak berguna lagi untuknya), yakni bagaimana mungkin ia akan mendapat pelajaran, padahal pelajaran itu telah hilang darinya.
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي -٢٤-
24. Berkatalah ia, Alangkah ingin kiranya dahulu aku berbuat (amal-amal saleh) untuk kehidupanku ini.
Yaqūlu yā laitanī (berkatalah ia, Alangkah ingin kiranya), yakni ia mengangankan. Qoddamtu li hayātī (dahulu aku berbuat [amal-amal saleh] untuk kehidupanku ini), yakni untuk kehidupanku yang kekal ini, saat aku berada dalam kehidupan yang fana. Menurut yang lain, alangkah ingin kiranya dahulu aku beramal dalam kehidupanku yang fana untuk kehidupanku yang kekal.
فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ -٢٥-
25. Maka pada hari itu tak ada seorang pun yang dapat mengadzab seberat Adzab-Nya.
Fa yauma-idzin (maka pada hari itu), yakni pada hari kiamat. Lā yu‘adz-dzibu ‘adzābahū ahad (tak ada seorang pun yang dapat mengadzab seberat Adzab-Nya), yakni sepadan dengan Adzab-Nya.
وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ -٢٦-
26. Dan tak ada seorang pun yang dapat mengikat sekuat Ikatan-Nya.
Wa lā yūtsiqu wa tsāqahū ahad (dan tak ada seorang pun yang dapat mengikat sekuat Ikatan-Nya), yakni sepadan dengan Ikatan-Nya. Terdapat penafsiran lain terhadap pada ayat ini, yaitu: lā yu‘adz-dzibu ‘adzābahū ahad (tak ada seorang pun yang dapat mengadzab seberat azab-Nya), yakni seperti Adzab Alloh Ta‘ala; wa lā yūtsiqu wa tsāqahū ahad (dan tak ada seorang pun yang dapat mengikat sekuat Ikatan-Nya), yakni seperti Ikatan Alloh Ta‘ala. Maksudnya, tak seorang pun yang memiliki kesanggupan untuk mengadzab seperti adzab yang Ditimpakan Alloh Ta‘ala kepada Makhluk-Nya.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ -٢٧-
27. Wahai jiwa yang tenteram!
Yā ayyatuhan nafsul muthmainnah (wahai jiwa yang tenteram), yakni jiwa yang aman dari Adzab Alloh Ta‘ala, yang membenarkan tauhidullōh, yang mensyukuri Nikmat-nikmat Alloh Ta‘ala, yang sabar dalam menghadapi Cobaan Alloh Ta‘ala, yang rida terhadap Ketentuan Alloh Ta‘ala, dan yang puas terhadap Pemberian Alloh Ta‘ala.
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً -٢٨-
28. Kembalilah kepada Tuhan-mu dalam keadaan rida dan diridai.
Irji‘ī ilā rabbiki (kembalilah kepada Tuhan-mu), yakni kepada segala sesuatu yang Dipersiapkan Alloh Ta‘ala di dalam surga untukmu. Rōdliyatan (dalam keadaan rida) dengan Pahala Alloh Ta‘ala. Mardliyyah (dan diridai) berkat tauhid.
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي -٢٩-
29. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
Fad -khulī fī ‘ibādī (kemudian masuklah ke dalam kelompok Hamba-hamba-Ku), yakni ke dalam rombongan Wali-wali-Ku.
وَادْخُلِي جَنَّتِي -٣٠-
30. Dan masuklah ke dalam Surga-Ku.
Wadkhulī jannatī (dan masuklah ke dalam Surga-Ku) yang telah Kujanjikan kepadamu.

No comments:

Post a Comment