اَلنَّازِعَاتُ
SURAT AN-NAAZI’AAT (MALAIKAT-MALAIKAT YANG MENCABUT)
Surat ke 79 diturunkan di Makkah terdiri dari 46 ayat, 173 kata dan 953
huruf.
بِسْمِ اللّه الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
وَالنَّازِعَاتِ غَرْقاً -١-
1. Demi para
malaikat yang mencabut nyawa dengan sangat keras,
Wan
nāzi‘āti (demi para malaikat yang mencabut nyawa), yakni Alloh SWT. Bersumpah
dengan para malaikat yang mencabut nyawa orang-orang kafir. Ghorqō (dengan
sangat keras), ketika mereka menarik roh orang-orang kafir dari dadanya.
وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطاً -٢-
2. Dan malaikat
yang mencabut nyawa dengan lemah lembut.
Wan
nāsyithāti (dan para malaikat yang mencabut nyawa), yakni dan Alloh Ta‘ala
Bersumpah dengan para malaikat yang giat mencabut nyawa orang-orang kafir
seraya menimpakan segala kesusahan dan kesedihan. Nasythā (dengan kencang).
Menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah roh-roh kaum Mukminin yang
bersemangat untuk segera keluar menuju surga.
وَالسَّابِحَاتِ سَبْحاً -٣-
3. Dan para
malaikat yang melaju dengan cepat,
Was
sābihāti sabhā (dan para malaikat yang melaju dengan cepat), yakni Alloh Ta‘ala
Bersumpah dengan para malaikat yang mencabut nyawa orang-orang saleh. Mereka
mengeluarkannya dengan lemah lembut dan perlahan-lahan seraya membiarkannya
beristirahat. Menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah roh-roh kaum
Mukminin.
فَالسَّابِقَاتِ سَبْقاً -٤-
4. Lalu para
malaikat yang berlomba dengan cepat,
Fas
sābiqōti sabqā (lalu para malaikat yang
berlomba dengan cepat), yakni Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan para malaikat yang
berlomba membawa roh-roh kaum Mukminin menuju surga dan membawa roh-roh kaum
kafirin menuju neraka. Menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah roh-roh kaum
Mukminin yang berlomba menuju surga.
فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْراً -٥-
5. Lalu para
malaikat yang mengatur urusan.
Fal
mudabbirōti amrā (lalu para malaikat yang
mengatur urusan), yakni Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan para malaikat yang
mangatur urusan semua hamba. Mereka adalah Jibril, Israfil, dan Malakul Maut.
Ada yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan wan nāzi‘āti ghorqō, wan
nāsyithōti nasythō, was.
sābihāti sabhā, fas sābiqōti sabqō,
semuanya adalah bintang-bintang. Dan yang dimaksud fal mudabbirōti amrō adalah
para malaikat. Ada lagi yang berpendapat, wan nāzi‘āti ghorqō adalah
kebengisan para penyerang; wan nāsyithōti
nasythō. adalah kezaliman para penyerang; was
sābihāti sabhā adalah kapal-kapal pasukan laut; fas sābiqōti sabqō adalah
kuda-kuda para penyerang; dan fal mudabbirōti amrō adalah
komandan para penyerang. Ada pula yang berpendapat, was, sābihāti sabhā adalah
matahari, bulan, malam, dan siang. Alloh Ta‘ala Bersumpah dengan semua itu
bahwasanya dua tiupan sangkakala pasti akan terjadi. Antara keduanya berselang
empat puluh tahun. Dalam ayat 1-5 Alloh Bersumpah dengan malaikat-malaikat yang
bermacam-macam sifat dan urusannya bahwa manusia akan dibangkitkan pada hari
Kiamat. Sebagian mufasir berpendapat, bahwa dalam ayat-ayat ini, kecuali ayat
5, Alloh Bersumpah dengan bintang-bintang.
يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ -٦-
6. Pada hari tiupan
sangkakala pertama mengguncangkan,
Yauma
tarjufur rōjifah (pada hari tiupan sangkakala
pertama mengguncangkan). Itulah tiupan pertama yang mengguncangkan segala
sesuatu.
تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ -٧-
7. Diikuti tiupan
sangkakala kedua.
Tatba‘uhar rōdifah (diikuti
tiupan sangkakala kedua), yakni tiupan terakhir.
قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ -٨-
Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut,
Qulūbuy
yauma-idzin (hati [orang kafir] pada hari itu), yakni pada hari kiamat. Wājifah
(berdebar takut).
أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ -٩-
9. Pandangannya
tertunduk.
Abshōruhā khōsyi‘ah
(pandangannya tertunduk)hina.
يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ -١٠-
10. Mereka berkata,
Apakah kita benar-benar akan dikembalikan kepada keadaan semula?
Yaqūlūna
(mereka berkata), yakni orang-orang kafir Mekah: an-Nadhor bin al-Harits dan
kawan-kawan. A innā la mardūdūna fil hāfiroh (Apakah kita benar-benar akan
dikembalikan kepada keadaan semula), yakni ke dunia. Menurut yang lain, dari
kubur. Setelah orang-orang kafir mendengar adanya hari kebangkitan setelah mati
mereka merasa heran dan mengejek sebab menurut keyakinan mereka tidak ada hari
kebangkitan itu. ltulah sebabnya mereka bertanya.
أَئِذَا كُنَّا عِظَاماً نَّخِرَةً -١١-
11. Apakah (akan
dibangkitkan juga) apabila kita telah menjadi tulang-belulang yang hancur?”
A idzā
kunnā ‘izhāman nakhirah (apakah setelah kita menjadi tulang belulang yang
hancur akan dibangkitkan?), yakni yang hancur dan lapuk. Menurut satu pendapat,
apabila nakhiroh dibaca nōkhirah (dengan memanjangkan lafazh nā)
maka artinya yang telah mati. (Orang-orang kafir Mekah) berkata, Bagaimana
mungkin Dia akan Membangkitkan kita (setelah mati)? Lalu Nabi SAW. menjawabnya,
Benar, Dia akan Membangkitkan kalian.
قَالُوا تِلْكَ إِذاً كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ -١٢-
12. Mereka berkata,
Jika demikian, hal itu merupakan pengembalian yang merugikan.
Qōlū tilka
idzang karratun khōsirah (mereka berkata, Jika demikian,
hal itu merupakan pengembalian yang merugikan), yakni pengembalian merugikan
yang tidak pernah akan terjadi. Maka Alloh Ta‘ala Berfirman:
فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ -١٣-
13. Sesungguhnya
itu hanya dengan satu tiupan,
Fa inna
mā hiya jazrotuw wāhidah (sesungguhnya itu hanya dengan satu tiupan), yakni
satu kali tiupan (sangkakala), tidak dua kali. Itulah tiupan kebangkitan.
فَإِذَا هُم بِالسَّاهِرَةِ -١٤-
14. Maka tiba-tiba
mereka berada di atas permukaan bumi.
Fa idzā
hum bis sāhiroh (maka tiba-tiba mereka berada di atas permukaan bumi). Menurut
satu pendapat, di bumi mahsyar.
هَلْ أتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى -١٥-
15. Sudah sampaikah
kepadamu kisah tentang Musa?
Hal
atāka (sudah sampaikah kepadamu), hai Muhammad! Ini merupakan pertanyaan dari-Nya.
Maksudnya, sungguh telah sampai kepadamu. Ada yang mengatakan, belum sampai
kepadamu, lalu sampailah kepadamu. Hadītsu mūsā (kisah tentang Musa), yakni
informasi tentang Musa A.S..
إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى -١٦-
16. Ketika dia
Dipanggil Tuhan-nya di lembah suci, Thuwa.
Idz
nādāhū robbuhū (ketika dia Dipanggil Tuhan-nya), yakni Diseru Tuhan-nya. Bil
wādil muqoddasi thuwā (di lembah suci, Thuwa). Thuwa adalah nama sebuah lembah.
Penamaan Thuwa karena berhubungan dengan banyaknya nabi yang berjalan di
atasnya. Ada yang berpendapat, disebut Thuwa karena benar-benar sudah digulung
(thawā, yathwī : menggulung). Ada pula yang berpendapat, wahai Musa, injaklah
lembah ini dengan kedua telapak kakimu, lantaran kebaikan dan keberkahan lembah
ini.
اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى -١٧-
17. Pergilah kamu
kepada Fir‘aun, sesungguhnya ia sudah melampaui batas.
Idzhab
(pergilah kamu), hai Musa! Ilā fir‘auna innahū thaghō (kepada
Fir‘aun, sesungguhnya ia sudah melampaui batas), yakni sombong, takabur, dan
kufur kepada Alloh Ta‘ala.
فَقُلْ هَل لَّكَ إِلَى أَن تَزَكَّى -١٨-
18. Maka katakanlah
(kepada Fir‘aun), “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan),
Fa qul
hal laka (lalu katakanlah, Maukah engkau), hai Fir‘aun! Ilā aηtazakkā
(menyucikan diri), yakni berbuat baik dan berserah diri seraya bertauhid kepada
Alloh Ta‘ala.
وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى -١٩-
19. Dan aku tunjuki
engkau ke Jalan Tuhan-mu, lalu engkau pun menjadi takut?
Wa
ahdiyaka ilā robbika (dan aku tunjuki engkau ke Jalan Tuhan-mu), yakni aku
mengajak engkau. Fa takhsyā (lalu engkau pun menjadi takut) kepada-Nya seraya
berserah diri.
فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَى -٢٠-
20. Kemudian dia
memperlihatkan kepadanya mukjizat yang sangat besar.
Fa arōhu
(kemudian dia memperlihatkan kepadanya), yakni Musa memperlihatkan kepada
Fir‘aun. Al-āyatal kubrō (mukjizat yang sangat besar), yakni
bukti yang luar biasa berupa tangan (yang bersinar) dan tongkat (yang menjadi
ular).
فَكَذَّبَ وَعَصَى -٢١-
21. Namun, ia
(Fir‘aun) mendustakan serta membangkang.
Fa
kadz-dzaba (namun, ia [Fir‘aun] mendustakan) dan mengatakan bahwa semua itu
bukan dari Alloh Ta‘ala. Wa ‘ashā (serta membangkang), yakni tidak mau
menerima.
ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى -٢٢-
22. Kemudian ia
berpaling seraya berbuat.
Tsumma
adbaro (kemudian ia berpaling), yakni berpaling dari iman. Menurut pendapat
yang lain, berpaling dari Musa A.S.. Yas‘ā (seraya berbuat), yakni bermaksud
melakukan sesuatu terhadap Musa A.S.. Menurut yang lain, buru-buru menuju
keluarganya.
فَحَشَرَ فَنَادَى -٢٣-
23. Lalu ia
mengumpulkan seraya berseru.
Fa
hasyaro (lalu ia mengumpulkan) para pengikutnya di asy-Syarth. Fa nādā (seraya
berseru), yakni seraya menyampaikan khotbah kepada mereka.
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى -٢٤-
24. Lalu ia berkata,
Akulah tuhan kalian yang paling tinggi!
Fa qōla (lalu
ia berkata) kepada mereka. Ana robbukumul a‘lā (Akulah tuhan kalian yang paling
tinggi), yakni akulah tuhan kalian dan tuhan berhala-berhala kalian yang paling
tinggi. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan penyembahan terhadapnya.
فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَى -٢٥-
25. Maka Allah
Menghukumnya dengan siksaan di akhirat dan di dunia.
Fa
akhadzahullōhu (maka Alloh Menghukumnya), yakni maka
Alloh Ta‘ala Menimpakan siksaan kepada Fir’aun. Nakālal ākhiroti wal ūlā
(dengan siksaan di akhirat dan di dunia), yakni siksaan di dunia berupa
penenggelaman dan siksaan di akhirat berupa neraka. Menurut satu pendapat,
Alloh Ta‘ala Menyiksa dia karena ucapannya yang pertama, ana robbukumul a‘lā
dan ucapannya yang terakhir, mā ‘alimtu lakum min ilāhin ghoirī (aku tidak
mengetahui kalian mempunyai tuhan selainku [Q. S. 28 al-Qoshosh: 38]). Rentang
waktu antara ucapannya yang pertama dan yang kedua adalah empat puluh tahun.
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِّمَن يَخْشَى -٢٦-
26. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
takut.
Inna fī
dzālika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada tindakan yang telah
Kuambil terhadap Fir‘aun dan para pengikutnya itu. La ‘ibrotan (benar-benar
terdapat pelajaran), yakni benar-benar terdapat nasihat. Li may yakh-syā (bagi
orang-orang yang takut), yakni bagi orang-orang yang takut mendapat tindakan
yang sama dengan mereka.
أَأَنتُمْ أَشَدُّ خَلْقاً أَمِ السَّمَاء بَنَاهَا -٢٧-
27. Apakah kalian
yang paling sulit diciptakan ataukah langit? Dia telah Membangunnya.
A aηtum
(apakah kalian), hai penduduk Mekah! Asyaddu kholqon (yang paling sulit
diciptakan), yakni yang paling sulit dibangkitkan dan lebih kokoh penciptaannya.
Amis samā-u banāhā (ataukah langit? Dia telah Membangunnya).
رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا -٢٨-
28. Dia telah
Meninggikan atapnya serta menyempurnakannya.
Rafa‘a
samkahā fa sawwāhā (Dia telah Meninggikan atapnya serta menyempurnakannya) di
atas bumi.
وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا -٢٩-
29. Dan Dia telah
Menjadikan malamnya gelap gulita dan mengeluarkan siangnya terang benderang.
Wa
agh-thosa lailahā (dan Dia telah Menjadikan malamnya gelap gulita), yakni
membuat malamnya gelap gulita. Wa akhroja dhuhāhā (dan mengeluarkan
siangnya terang benderang), yakni serta menampakkan siang dan mataharinya.
وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا -٣٠-
30. Dan bumi,
sesudah itu, Dihamparkan-Nya.
Wal
ardho ba‘da dzālika dahāhā (dan bumi, sesudah itu, Dihamparkan-Nya),
yakni bersamaan dengan itu Dia Membentangkan bumi di atas air. Ada yang
mengatakan, sesudah itu Dia Membentangkan bumi di atas air dalam tempo dua ribu
tahun.
أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءهَا وَمَرْعَاهَا -٣١-
31. Darinya Dia
Mengeluarkan air dan tumbuhannya.
Akhroja
minhā (darinya Dia Mengeluarkan), yakni dari bumi. Mā-ahā (air) yang mengalir
dan yang meresap. Wa mar‘āhā (dan tumbuhannya), yakni rerumputannya.
وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا -٣٢-
32. Dan
gunung-gunung, Dia Pancangkan.
Wal jibāla arsāhā (dan gunung-gunung, Dia Pancangkan)
sebagai pasak.
مَتَاعاً لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ -٣٣-
33. Sebagai
kesenangan untuk kalian dan ternak-ternak kalian.
Matā ‘al
lakum (sebagai kesenangan untuk kalian), yakni sebagai kenikmat an untuk
kalian. Wa li an‘āmikum (dan ternak-ternak kalian), berupa air dan rumput.
فَإِذَا جَاءتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى -٣٤-
34. Maka apabila
datang bencana yang teramat besar.
Fa idzā
jā-atith thōmmatul kubrō (maka
apabila datang bencana yang teramat besar), yakni saat terjadinya kiamat. Kiamat
itu melanda dan melebihi segala sesuatu hingga tak ada sesuatu pun yang
melebihi (kedahsyatan)nya.
يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ مَا سَعَى -٣٥-
35. Pada hari itu
manusia akan ingat tentang segala perbuatannya.
Yauma
yatadzakkarul iηsānu (pada hari itu manusia akan ingat), yakni orang kafir,
an-Nadhor dan kawan-kawannya akan menarik pelajaran dan mengetahui. Mā sa‘ā
(tentang segala perbuatannya), yakni yang telah mereka perbuat dalam
kekafirannya.
وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَن يَرَى -٣٦-
36. Dan neraka
Jahim pun ditampakkan kepada orang-orang yang akan melihat.
Wa
burrijatil jahīmu (dan neraka Jahim pun ditampakkan), yakni neraka Jahim pun
diperlihatkan. Li may yarō (kepada orang-orang yang akan melihat),
yakni kepada orang-orang yang mesti memasukinya.
فَأَمَّا مَن طَغَى -٣٧-
37. Maka
barangsiapa melampaui batas,
Fa ammā
maη thaghō (maka barangsiapa melampaui batas),
yakni yang pongah, takabur, dan kufur kepada Alloh Ta‘ala. Dialah an-Nadhor bin
al-Harits bin ‘Alqomah.
وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا -٣٨-
28. Dan lebih
mengutamakan kehidupan dunia,
Wa
ātsarol hayātad dun-yā (dan lebih mengutamakan kehidupan dunia), yakni lebih
memilih dunia daripada akhirat dan kafir daripada iman.
فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى -٣٩-
39. Maka pastilah
neraka Jahim merupakan tempat kembalinya.
Fa innal
jahīma hiyal ma’wā (maka pastilah neraka Jahim merupakan tempat kembalinya),
yakni tempat kembali orang-orang seperti itu.
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى -٤٠-
40. Dan barangsiapa
takut akan Keagungan Tuhan-nya serta menahan diri dari hawa nafsu,
Wa ammā
man khōfa (dan barangsiapa takut), manakala
berbuat maksiat. Maqōma rabbihī (akan Keagungan Tuhan-nya),
yakni kedudukan ia di hadapan Tuhan-nya seraya menghentikan kemaksiatannya. Wa
nahan nafsa ‘anil hawā (serta menahan diri dari hawa nafsu), yakni dari
keharaman yang sangat diinginkannya. Dia adalah Mush‘ab bin ‘Umair.
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى -٤١-
41. Maka pastilah
surga tempat kembalinya.
Fa innal
jannata hiyal ma’wā (maka pastilah surga merupakan tempat kembalinya), yakni
tempat kembali orang-orang seperti itu.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا -٤٢-
42. Mereka bertanya
kepadamu tentang kiamat, kapan terjadinya?
Yas-alūnaka
(mereka bertanya kepadamu), yakni orang-orang kafir Mekah bertanya kepadamu,
hai Muhammad! ‘Anis sā‘ati (tentang kiamat), yakni tentang terjadinya kiamat. Ayyāna
mursāhā (kapan terjadinya), yakni bilamanakah ia akan terjadi.
فِيمَ أَنتَ مِن ذِكْرَاهَا -٤٣-
43. Mana mungkin
kamu dapat menerangkannya.
Fīmā
aηta miη dzikrōhā (mana mungkin kamu dapat
menerangkannya), yakni apa yang dapat kamu terangkan tentang hal itu kepada
mereka.
إِلَى رَبِّكَ مُنتَهَاهَا -٤٤-
44. Hanya pada Tuhan-mulah
ketentuan akhirnya.
Ilā robbika
muηtahāhā (hanya pada Tuhan-mulah ketentuan akhirnya), yakni ketentuan akhir
tentang pengetahuan terjadinya kiamat.
إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرُ مَن يَخْشَاهَا -٤٥-
45. Sesungguhnya
kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa saja yang takut akan kejadiannya.
Innamā
aηta muηdziru (sesungguhnya kamu hanyalah pemberi peringatan), yakni seorang rosul
yang menyampaikan ancaman dengan Al-Qur﮲an. May
yakh-syāhā (bagi siapa saja yang takut akan kejadiannya), yakni bagi siapa saja
yang takut oleh kejadian kiamat.
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
-٤٦-
46. Pada hari
mereka menyaksikan kejadiannya, mereka merasa seakan-akan hanya tinggal tidak
lebih dari sesore atau sepagi hari saja.
Ka-annahum yauma yarounahā
(pada hari mereka menyaksikan kejadiannya), yakni kejadian kiamat. Lam yalbatsū
(mereka merasa seakan-akan hanya tinggal) di dalam kubur, di dunia. Illā
‘asyiyyatan (tidak lebih dari sesore), yakni sepanjang sore hari. Au dhuhāhā
(atau sepagi hari saja), yakni sepanjang pagi hari dari permulaan siang.